STRATEGI BELAJAR PETA KONSEP




KERANGKA DASAR STRATEGI BELAJAR PETA KONSEP

      Penggunaan pengorganisasi awal merupakan suatu alat pengajaran yang direkomendasikan oleh ausubel, untuk mengkaitkan bahan-bahan pelajaran baru dengan pengetahuan awal. Pepengetahuan awal menurut ausubel adalah menggarisbawahi ide-ide utama dalam suatu situasi pembelajaran yang baru dan mengkaitkan ide-ide baru tersebut dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajar.


  Pemetaan konsep menurut martin, merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran yang bermakna dalam kelas. Peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut di pelajari.

1. Pengertian Konsep dan Peta Konsep
   Konsep merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciiri dari sekumpulan stimulus dan obyek-obyeknya. Carrol mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian.


  Adapun yang dimaksud peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas maka Dahar mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
  1. Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu fisika, kimia, bioligi, atau matematika.
  2. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep.
  3. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
  4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
Berdasarkan ciri tersebut diatas maka sebaiknya peta konsep disusun secara hirarki, artinya konsep yang lebih inklusif diletakkan pada puncak peta, makin kebawah konsep-konsep diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif.



2. Cara Membuat Peta Konsep
Pembuatan peta konsep menurut Arends memberikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep. Contoh ekosistem.
b. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep sekunder yang menunjang ide utama.
c. Tempatkan ide utama di tengah atau puncak peta tersebut
d. Kelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukkan ide-ide tersebut dengan ide utama.


   Berdasarkan pendapat di atas dapatlah dikemukakan langkah-langkah dalam pembuatan peta konsep sebagai berikut :
1. Memilih suatu bahan bacaan
2. Menentukan konsep yang relevan
3. Mengurutkan konsep-konsep dari yang inklusif ke yang kurang inklusif
4. Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan



3. Macam – macam Peta Konsep
Menurut Nur (2000),peta konsep ada empat macam yaitu :
a. Pohon jaringan (network tree )
b. Rantai kejadian (events chain )
c. Peta konsep siklus (cycle concept map )
d. Peta konsep laba-laba (spider concept map )



a. Pohon jaringan
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis – garis penghubung. Garis – garis itu pada peta konsep menunjukkan hubungan antaara ide – ide itu. Kata – kata yang ditulis pada garis memberikan hubungan antara konsep-konsep.


b. Rantai Kejadian
Nur mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian,langkah – langkah dalam suatu prosedur atau tahap-tahap dalam suatu proses.


c. Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Siklus itu berulang dengan sendirinya.


d. Peta konsep laba-laba
Dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide sentral sehingga dapat memperoleh ide yang bercampur aduk.



4. Peta konsep sebagai alat evaluasi
Peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan atas tiga prinsip yaitu:
  • Struktur kognitif diatur secara hirarkis dengan konsep-konsep dan proposisi yang lebih inklusif,lebih umum,superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.
  • Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progesif
  • Prinsip penyesuaian integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara segmen-segmen konsep atau proposisi.

Karena peta konsep bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu bacaan ,sehingga dapat dipakai sebagai alat evaluasi dengan cara meminta siswa untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu dengan konsep lain dalam satu peta konsep.


 Peta konsep dan pembelajaran
     Tidak seorangpun yang menyangkal bahwa pengembangan konsep merupakan komponen yang esensial dalam proses pelajar mengajar biologi. Untuk memahami biologi tidaklah cukup mempelajari fakta-fakta saja. Bagian-bagian informasi yang terpisah akan mudah dilupakan dengan cepat secepat materi itu dipelajari. Materi akan bermanfaat jika materi tersebut memberikan sumbangan ke arah pengembangan konsep-konsep dasar yang ditekankan pada disiplin biologi. Belajar yang menekanakan kepada konsep-konsep dalam bidang biologi lebih baik daripada belajar fakta yang terpisah-pisah. Belajar dengan pendekatan konsep memungkinkan mudah mengerti materi dan membantu daya ingat terhadap pokok bahasan. Oleh karena itu, disarankan penggunaan pendekatan konsep dalam mengajarkan biologi (Unesco, 1986).
   Para konstruktivis yang mendasarkan pembelajaran pada teori Piaget berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran orang melalui proses asimilasi dan akomodasi. Sebagai hasil dari pengalamannya, dalam pikiran orang terbentuk suatu peta konsep. Hubungan dari sejumlah konsep membentuk jaringan atau struktur yang disebut dengan skemata (Sutawidjaja, 1998). Skemata yang dikembangkan dengan baik dapat menuntun anak didik mengenal informasi yang relevan dan memilih stategi untuk memecahkan masalah (Glover dan Bruning, 1990).
   Peta konsep konsep dimaksudkan untuk menggambarkan hubungan yang bermakna di antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Proposisi adalah dua konsep atau lebih yang dihubungkan dengan kata-kata dalam unit semantik (Novak dan Gowin, 1985). Ada penelitian mengenai peta konsep sebagai suatu alat untuk meningkatkan belajar bermakna (meaningful learning). Beberapa penelitian mendukung bahwa peta konsep dapat membantu pelajar belajar lebih mendalam dan mencapai metacognition. Di dalam literatur dinyatakan bahwa peta konsep mengarahkan belajar bermakna (Okebukola, 1992). 
    Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Oleh karena itu, belajar bermkana lebih mudah berlangsung, bila konsep-konsep baru dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif, maka peta konsep harus disusun secara hararki. Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna, karena itu hendaknya setiap siswa pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa pada siswa itu telah berlangsung belajar bermakna. Peta konsep berfungsi untuk menolong siswa belajar bagaimana belajar, menyelidiki apa yang telah diketahui siswa, mengungkapkan miskonsepsi dan alat evaluasi (Dahar, 1988).
Untuk memahami suatu konsep, siswa perlu didorong memiliki kemampuan untuk mengorganisasi, memproses, menyimpan dan mengungkapkan kembali struktur pengetahu-annya atau informasi yang diperolehnya. Tanpa adanya kemampuan mengorganisasi, memproses, menyimpan, dan mengungkapkan kembali secara efisien, kemampuan mental seseorang sama halnya dengan komputer canggih yang tidak dilengkapi dengan program operasinya ( Setyosari,1998).
  
   Peta konsep adalah alat untuk mewakili adanya teterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga membentuk proposisi-proposisi. Proposisi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu pengertian. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu peta konsep dapat tersusun atas dua konsep yang dihubungkan oleh sebuah kata penghubung untuk menyusun suatu proposisi (Susilo,1999). Misalnya kata "adik" dan 'belajar" dihubungkan dengan kata "sedang" maka akan terbentuk sebuah proposisi "adik sedang belajar."


Analisis Konsep (Dahar, 1988)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis konsep:
  1. Nama konsep
    Orang dapat membentuk konsep tanpa memberi nama pada konsep itu, terutama pada tingkat konkrit dan tingkat identitas.
  2. Atribut-atribut kriteria dan atribut-atribut variabel dari konsep
    Atribut suatu konsep adalah ciri-ciri konsep yang penting untuk membedakan contoh dan non contoh, dan untuk menentukan apakah suatu objek baru merupakan contoh dari konsep.
  3. Definisi konsep
    Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat digunakan sebagai suatu kriteria bahwa anak didik telah belajar tentang konsep itu.
  4. Contoh-contoh dan non-contoh dari konsep
    Dengan membuat daftar artribut dari suatu konsep maka konsep dan non konsep dapat dikembangkan. Paling sedikit harus dikembangkan satu himpunan rasional tentang contoh.
  5. Hubungan konsep dengan konsep lain
    Untuk sebagian besar konsep dapat dikembangkan suatu hirarki dari konsep-konsep yang berhubungan, mulai dari tingkat konsep yang tertinggi (superordinat) sampai pada tingkat konsep yang terendah (subordinat). Antara konsep satu dengan konsep yang lain dihubungkan dengan kata perangkai, berupa kata atau frase.


Pendekatan Konsep dalam Biologi (Unesco, 1986)
       Untuk memahami biologi tidaklah cukup mempelajari fakta-fakta tentang itu. Kepingan-kepingan informasi yang terpisah akan mudah lupa dengan cepat sebagaimana cepatnya informasi tersebut dipelajari. Mereka (informasi) tersebut akan berguna jika mereka memberikan sumbangan terhadap perkembangan consep-consep dasar dalam disiplin ilmu biologi. Karena, penggunaan pendekatan konsep dalam pengajaran biologi sangat dianjurkan. Strategi pengajaran mencari cara membantu para anak didik menemukan konsep-konsep dan mengembangkan suatu kerangka konseptual dari disiplin biologi.
       Sebuah konsep, menurut Falk (1971) adalah sebuah abstraksi yang digunakan untuk mengklasifikasikan kata-kat (words), ide-ide (ideas), benda-benda (objects), perasaan (feelings), keterampilan (skills) dan sebaginya yang mempunyai kualitas tertentu pada umumnya. Sama halnya dengan Caroll (1964) menggambarkan konsep sebagai kela dari pengalaman mental yang dipelajari organisme di dalam studi dalam sejarah kehidupan mereka. Bruner (1961) mendefinisikan sebuah konsep sebagai jaringan (network) dari kesimpulan yang mungkin di set menjadi permainan (play) melalui suatu tindakan kategorisasi. Sebagai contoh, seorang laki-laki mengamati sebuah banda yang ramping panjang berjalan dengan pelan di atas tanah. Ia menyimpulkan benda ini adalah seekor ular. Kesimpulan ini membantunya menyimpulkan lebih jauh bahwa ular itu mengandung bisa dan berbahaya jika ia pergi mendekatinya. Bruner juga percaya bahwa sebuah konsep mempunyai 5 elemen dan suatu pemahaman dari sebuah pengetahuan sarana konsep. Lima elemen ini adalah:
  1. Nama, adalah istilah yang diberikan terhdap sebuah kategori. Misalnya manusia, anjing, buah, tanaman dan sebaginya.
  2. Contoh-contoh (examples) (contoh positif dan negatif), mengacu kepada contoh-contoh konsep, misalnya: harimau, burung, ikan, lalat, lalat, kutu kala dan sebagainya.
  3. Atribut-atribut (attributes) ( essential dan non-essential), merupakan ciri-ciri umum yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan contoh. Misalnya ikan, burung, harimau dan sebaginya menjadi kategori hewan invertebrata, dengan ciri-cirinya mempunyai vertebral colum, dorsal nerve cord dan sebaginya.
  4. Nilai-nilai atribut (attribute values), mengacu kepada rentang yang dapat diterima ((acceptable range) dari sifat-sifat tertentu dari sebuah kategori. Misalnya bentuk (bullat atau lonjong) dan warna (hijau dan merah)
  5. Hukum (rule), misalnya hukum untuk pembelahan sel dalam mitosis atau meiosis. Ini meliputi akhir dari proses pencapaian konsep. 

 Alasan Penggunaan Peta konsep dalam Pembelajaran

    Di samping metode problem solving, perlu pula ditemukan strategi lain yang mungkin dapat melengkapi satu sama lainnya, karena tidak ada metoda yang paling unggul untuk semua materi. Salah satu strategi yang ditemukan oleh Novak (1985) yang dapat membuat anak belajar bermakna adalah peta konsep.
   Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa peta konsep dapat membantu pelajar belajar bermakna mengenai sains. Belajar bermakna dapat memunculkan sedikitnya dua sifat dari peta konsep, yaitu: (1) membantu menyadarkan pelajar dan mengendalikan proses kognisi terhadap tugas dan (2) membantu pelajar mengembangkan kerangka konseptual yang lebih terintegrasi (Roth dan Roychoudhury, 1993).
   Peta konsep adalah ideal untuk membantu pelajar menguji dan merefleksikan pengetahuannya. Peta konsep juga membantu pelajar untuk menguji dan merefleksikan perubahan-perubahan di dalam organisasi pengetahuan selama pembelajaran, jadi menekankan sifat konstruktif dari pembelajaran (Roth dan Roychoudhury, 1993). Strategi belajar konsep dapat membantu siswa mengembangkan strategi berpikir (Setyosari, 1998).
   Bila dikaitkan argumen menggunakan peta konsep dalam pembelajaran Biologi, secara umumnya sama dengan mata kuliah lainnya dalam bidang biologi atau sains, yaitu dengan menggunakan peta konsep akan dapat membantu mahasiswa belajar bermakna, dan mengembangkan kemampuan berpikir. Hasil penelitian Cavallo (1996) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir dan belajar bermakna penting untuk problem solving dalam genetika. Mengacu kepada teori belajar yang dikemukakan oleh Ausubel yang menyatakan bahwa setiap ilmu terdiri dari sejumlah konsep yang terorganisasi secara hirarki. Belajar bermakna (meaningfull learning) akan terjadi bila pengetahuan baru dikaitkan dengan konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif. Bila dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep-konsep yang relevan, maka pengetahuan baru akan dipelajari secara hafalan (rote learning). Ausubel belum punya cara untuk mengaplikasikan dalam proses belajar mengajar. Baru tahun 1985, Novak menemukan strategi pembelajaran untuk belajar bermakna yang dikenal dengan peta konsep.
   Mengacu kepada kharakteristik materi Biologi seperti yang dikemukakan di atas, yaitu mengandung banyak konsep dan mempunyai hubungan yang hirarkis, dan bila dikaitkan dengan teori Ausubel tentang belajar bermakna, maka materi Biologi akan bisa dipahami dengan baik bila dipelajari secara bermakna. Oleh karena itu sangatlah beralasan menggunakan peta konsep dalam pembelajaran Biologi.
Travers (1972) menyatakan bahwa mempelajari sebuah konsep merupakan suatu bentuk problem solving. Menemukan makna dari kebanyakan konsep melibatkan problem solving. Kemudian Brandwein (1958) dalam Unesco (1986) mendukung problerm solving sebagai sebuah route pencarian dan pembentukan konsep. Belajar konsep erat kaitannya dengan belajar bermakna (teori Ausubel), belajar bermakna wujudkan oleh Novak (1985) melalui strategi peta konsep. Di pihak lain, Gagne (1985) menempatkan problem solving sebagai kemampuan intelektual yang paling tinggi. Untuk bisa menerapkan problem solving ini, tentu terlebih dahulu anak didik menguasai konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang akan dipecahkan (sebagai prior knowledge). Mengacu kepada teori-teori di atas dan dikaitkan dengan khrakteristik matetri Biologi, maka sangatlah rasional pembelajaran Biologi berbasis problem solving dan diintervensi dengan peta konsep dapat dilakukan.

 Kaitan Problem Solving, Berpikir Kritis Peta Konsep dan Hasil Belajar

     Pada pendidikan, pengembangan keterampilan berpikir, melibatkan problem solving (Main dan Rowe, 1993). Belajar memecahkan masalah memerlukan banyak latihan dengan berbagai macam masalah dan membutuhkan pemikiran. Semakin banyak macam masalah yang dipelajari anak didik untuk di pecahkan, maka semakin banyak mereka berpikir (Nur dan Wikandari, 2000).
    Hubungan pemecahan masalah dengan proses berpikir dapat dijelaskan melalui tingkat proses berpikir menurut taksonomi Bloom. Bloom mengemukakan lima tingkat berpikir (cognitive, dikenal C1 sampai C6)), yaitu: (1) mengingat (C1), (2) memahami (C2), (3) menerapkan (C3), (4) menganalisis (C4), (5) mensintesis (C5), dan (6) mengevaluasi. Menurut Dwiyogo (1997) tingkat berpikir aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi berhubungan dengan aspek-aspek pemecahan masalah.
    Seorang anak didik dikatakan berpikir mengingat (C1) bila dia dapat menyebutkan definisi sebuah konsep tertentu tanpa memahami maknanya. Bila konsep yang sama ditanyakan kepada anak didik, dia dapat menjelaskan dengan kata-kata dia sendiri, berarti dia berpikir memahami (C2). Bila anak didik dapat mengaplikasikan konsep yang sudah dipahaminya, berarti dia sudah berpikir aplikasi (C3). Bila anak didik sudah dapat menguraikan hal-hal yang terkait dengan konsep yang dipahaminya secara rinci, berarti dia sudah berpikir analisis (C4), dan sebaliknya bila mereka sudah mampu menggabungkan atau menghubungkan hal-hal yang berada di dalam lingkup konsep sehingga membentuk suatu kesimpulan tertentu, berarti dia sudah berpikir sintesis (C5). Kemudian, bila anak didik akan memutuskan atau menyimpulkan sesuatu yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, berarti dia sudah berpikir evaluasi (C6).
   Sebagaimana kita memecahkan masalah atau mengambil suatu keputusan, kita memerlukan banyak berpikir secara kreatif dan secara kritis. Dua tipe berpikir ini (berpikir kritis dan berpikir kreatif) tidak berlawanan, keduanya saling melengkapi satu sama lain dan bahkan mempunyai beberapa atribut sama. Paul dan Bailin berpendapat adalah tidak mungkin membedakannya secara jelas, karena semua berpikir yang baik melibatkan kualitas penilaian dan hasil yang baru ( Marzano, 1988). Thomson dan Melancon (1987) dalam McMurray (1991) mengukapkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu tujuan sekolah yang penting. Oleh karena itu para pendidik penting merealisasikan pengajaran keterampilan berpikir kritis
     Ennis mendefenisikan berpikir kritis sebagai sesuatu yang masuk akal (reasonable), berpikir reflektif yang terfokus pada keputusan untuk mempercayai atau melakukannya. Berpikir dikatakan masuk akal bila pemikir (thinker) berusaha menganalisis argumen secara hati-hati, mencari bukti yang valid, dan mencapai kesimpulan yang logis (Marzano, 1988). Berpikir kritis meliputi kemampuan untuk menjajaki (explore) suatu problem, pertanyaan, atau situasi; mengintegrasikan semua informasi yang tersedia tentang masalah; sampai pada suatu solusi atau hipotesis. Berpikir kritis melibatkan beberapa kemampuan khusus, seperti menganalisis, dan mengevaluasi bukti, mengidentifikasi pertanyaan yang relevan, menggambarkan kesimpulan logis, menghasilkan solusi yang rasional, mendeteksi kesalahan, menyatakan asumsi secara implisit, dan memahami implikasi argumen (Warnick, et al., 1994).
   Glasser, 1985; Skenner, 1976 dalam McMurray et al. (1991) menghubunng-kan berpikir kritis dengan problem solving. Berpikir kritis dalam pelajaran merupakan konseptualisasi kemampuan berpikir secara logis dalam mesintesis referensi untuk memecahkan masalah baru. Selanjutnya, Zeidler et al. (1992) mengemukakan bahwa berpikir kritis perlu melibatkan keterampilan berpikir mikro dan merupakan suatu kondisi yang penting untuk pelaksanaan problem solving. Kemudian, ditambahkannya bahwa seseorang mungkin dapat menemukan berpikir kritis dalam rubrik "aspects," "skills," "abilities," "attitudes," atau "prblem solving (Zeidler et.al.,1992).
    Biasanya, ketika para guru menerapkan problem solving pada anak didik, mereka mengantisipasi supaya anak didik menjadi terlibat dengan operasi berpikir dalam bentuk analisis, sintesis, dan evaluasi atau dikatakan sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-level thinking skills) menurut taksonomi Bloom (Blosser, 1988). Untuk memecahkan masalah kita perlu melakukan kegiatan: mengaplikasi atau analisis sintesis atau evaluasi (Sutawidjaya, 1998).
    Ada hubungannya pembuatan peta konsep dalam pembelajaran dengan problem solving. Hasil penelitian Okebukola (1992) menunjukkan bahwa pembuat peta konsep yang baik memperlihatkan penampilan yang superior dalam memecahkan masalah. Dalam pembahasan dinyatakannya bahwa peta konsep membantu meningkatkan jumlah total isi pengetahuan formal, dan lebih penting lagi peta konsep dapat membantu menyusun pengetahuan dengan suatu cara yang dapat diterapkan untuk masa mendatang. Pembuat peta konsep (concept mapper) mungkin mencapai "meta-learning" terhadap konsep-konsep biologi sehingga memudahkan dalam problem solving. Pembuatan peta konsep mempunyai potensi membantu pelajar dalam "reconceptualisation." Peta konsep menyebabkan belajar bermakna (meaningful-learning) sebagai suatu hasil dari integrasi informasi ke dalam framework konseptual yang lebih kompleks secara progresif. Pembuat peta konsep mencapai metacognition, yang merupakan suatu strategi untuk memudahkan mempelajari dan memahami pengetahuan dan dapat memecahkan masalah baru. Di pihak lain, Philippine Education Quarterly (1994) mengemukakan bahwa metacognition merupakan pendekatan yang melibatkan siswa dalam merefleksikan bagaimana mereka memecahkan masalah.
     Novak et al. (1983) dalam Esiobu (1995) menemukan bahwa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan concept mapping menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dalam problem solving dibandingkan dengan kelas kontrol (tanpa perlakuan concept mapping). Mason (1992) menggunakan peta konsep untuk memonitor reflective thinking mahasiswa.
Pembuatan peta konsep dapat memaksa siswa untuk berpikir tentang ranah isi (content domain) supaya mengenal dan menguji konsep-konsep penting, mengklasifikasi konsep-konsep tersebut, menggambarkan hubungan antara konsep-konsep dan menilai maknanya, menganalisis sifat hubungannya dan membuat kaitan atau hubungan yang menggunakan banyak berpikir kritis (Jonassen, 1996 dalam Dabbagh, 1998).
      Menurut Gagne (1985) dalam Dwiyogo (1997) bila seseorang melakukan problem solving, ia tidak hanya belajar menerapkan semua pengetahuan dan prinsip yang ia punyai, tetapi juga memerlukan kombinasi dari semua konsep dan prinsip yang relevan dan mengendalikan proses berpikir. Novak, Gowin dan Johansen (1983) dalam Esiobu (1995) melaporkan bahwa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan dengan concept mapping menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dalam problem solving dibandingkan dengan kelas kontrol.
    Kemampuan berpikir dan belajar bermakna (keduanya) penting untuk problem solving. Para siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tinggi lebih mampu dalam problem solving (Cavallo, 1996). Belajar bermakna, salah satunya dapat dilakukan dengan pemetaan konsep (concept mapping). Dapat juga dikatakan bahwa peta konsep dapat membantu anak didik untuk belajar bermakna terhadap konsep-konsep sains (Roth dan Roy choudhury, 1993). Tidak ada cara mempelajari body of content tanpa belajar konsep yang mendefinisikan dan menyusunnya (Paul, 2001). Strategi belajar konsep merupakan sebagai suatu alat untuk membantu siswa mengembangkan strategi berpikir (Setyosari, 1998). Dalam bidang pendidikan, kemampuan berpikir termasuk problem solving (Main dan Rowe, 1993). Kecerdasan (intellegence) pada dasarnya sebagai suatu proses mental yang melibatkan problem solving (Sternberg, 1985 dalam Main dan Rowe, 1993).
    Okebukola dan Jegede (1988) dalam Esiobu dan Soyibo (1995) mengemukakan bahwa pembuatan peta konsep (concept mapping) dapat mmeningkatkan prestasi predegree student pada genetika dan ekologi, sementara Jegede, Alaiyemola dan Okebukola (1990) dan Soyibo (1991) dalam Esiobu dan Soyibo (1995) melaporkan bahwa concept mapping meningkatkan prestasi siswa 10th-grade pada biologi dan genetika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Merubah File PDF ke Word

5 Cara Praktis  Merubah File PDF ke Microsoft Word 1. Merubah PDF ke Word dengan Google Docs Google menyediakan layanan gratis seperti Docs ...