1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Anak atau siswa adalah anugrah Allah dan
sekaligus ujian, sebagai anugrah harus disyukuri, sebagai ujian berarti peluang
untuk naik kelass kejenjang yang lebih tinggi. Orang tua dituntut untuk
memberikan kasih sayang yang tulus dan mendidik, bukan memanjakan dan
melindungi secara berlebihan karna akan berdampak anak menjadi manja dan
inginnya selalu dilayani. Biarkan mereka tumbuh menjadi jiwa yang mandiri,
terlatih, percaya diri dan tegar menghadapi kehidupannya. Orang tua tidak boleh
memaksakan terhadap kemampuan seseorang, tetapi pendidikan bersifat membimbing
dan mengarahkan agar potensi yang dimiliki oleh anak dapat berkembang dengan
baik. Sebagaimana yang dinyatakan Zakiyah Daradjat, bahwa kepribadian orang
tua, Berpikir dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak
langsung akan masuk kedalam pribadi yang sedang tumbuh. ( Zakiyah Daradjat,
1996:56)
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu, “pola”
dan “asuh”. Menurut kamus besar bahasa indonesia, “pola” berarti corak,
model,sistem cara kerja, bentuk ( struktur) yang tepat. ( Depdikbud, 1988:54).
Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya), dan memimpin(mengepalai dan
menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. (TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, 1988:692), lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup
segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan
bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.
Menurut ( Markum, 1999:49) pola asuh adalah
cara orang tua mendidik anak dan membesarkan anak yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor budaya, agama, kebitasaan, dan kepercayaan, serta pengaruh
kepribadian orang tua ( orang tua sendiri atau yang mengasuhnya).
Mussen (1994, 395) berpendapat bahwa pola asuh
adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk
mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain
pengetahuan, nilai moral, dan standar prilaku yang harus dimiliki anak bila
dewasa nanti. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Gunarsa (1990) bahwa
pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk
membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan
memperoleh suatu prilaku yang diinginkan.
Hurlock (1999 : 59) mengatakan bahwa pola asuh
dapat diartikan pula dengan kedisiplinan. Disiplin merupakan cara masyarakat
mengajarkan kepada anak prilaku moral yang dapat diterima kelompok. Adapun
tujuan kedisiplinan adalah memberitahukan kepada anak sesuatu yang baik dan
buruk serta mendorongnya untuk berprilaku dengan standar yang berlaku dalam
masyarakat dilingkungan sekitarnya.
Khon yang dikutip oleh Putri (2007) menyatakan
bahwa pola asuh merupakan Berpikir orang tua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya. Berpikir orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan
aturan-aturan, hadiah, maupun hukuman, cara orang tua menunjukan otoritasnya,
dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
Pendapat Baumrind yang dikutip oleh Yusuf (2004
: 51) mendefinisikan pola asuh sebagai pola Berpikir atau perlakuan orang tua
terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap prilaku
anak , antara lain terhadap kompetensi emosional, sosial dan intelektual anak.
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pola asuh orang tua adalah cara orang tua dalam mendidik serta merawat
anaknya sebaik mungkin dengan cara tersendiri yang dimiliki setiap orang tua
agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berpengetahuan dan memiliki
akhlak serta moral yang baik.
2. Jenis Pola Asuh Orang Tua
Menurut Rifa (2009 : 54) ada empat pola pengasuhan orang tua
sebagai orang yang memiliki tanggung
jawab yang besar pada anaknya, yaitu :
a. Pola pengasuhan Autoritatif. Pola pengasuhan ini memprioritaskan
kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingannya sendiri, namun mereka tidak
ragu-ragu mengendalikan anak. Hal ini dapat membimbing anak untuk mandiri dan
independen.
b. Pola pengasuhan Otoriter. Orang tua menilai dan menuntut anak untuk mematuhi
standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orang tua atau pengasuh,
memutlakkan kepatuhan dan rasa hormat atau sopan santun. Anak-anak dalam
pengasuhan ini cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan, dan tampak
kurang percaya diri.
c. Pola pengasuhan penyabar dan pemanja. Segala sesuatunya justru berpusat
pada kepentingan anak., sedangkan para orang tua tidak mengendalikan prilaku
anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak. Anak-anak akan
tumbuh dengan kepribadian kurang matang secara sosial (manja), impulsive,
mementingkan diri dan kurang percaya diri (cengeng).
d. Pola pengasuhan Penelantar. Orang tua dalam pengasuhan ini cenderung
membiarkan anak tumbuh kembang dengan sendirinya, mereka membebaskan anak
bermain sepuasnya dengan teman-temannya tanpa adanya pengawasan. Biasanya anak
dalam pengasuhan ini lebih senang bersama teman-temannya dibanding bersama
orang tuanya sendiri.
Menurut Gardon (1991 : 115), ada tiga macam
sistem bagaimana orang tua mendidik atau menjalankan perannya sebagai orang
tua, yaitu :
a. Sistem Otoriter. Pola asuh dimana individumenggunakan peraturan-peraturan
yang ketat dan menuntut agar peraturan peraturan ini dipatuhi. Orang tua yang
bersifat otoriter dan memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong bagi anak untuk
berprilaku agresif. Orang tua tidak mendukung anak untuk membuat keputusan
sendiri, selalu mengatakan apa yang harus dilakukan anak tanpa menjelaskan
mengapa anak harus melakukan hal tersebut. Akibatnya, anak kehilangan
kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan prilakunya sendiri. Ada
larangan-larangan yang diperlakukan orang tua yang tidak masuk akal, seperti
tidak boleh bermain diluar rumah. Pola asuh otoriter ini dapat membuat anak
sulit menyesuaikan diri. Ketakutan anak terhadap hukuman justru membuat anak
tidak jujur dan licik.
b. Sistem permisif. Pola asuh yang memberikan kebebasan pada individu tanpa
mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dan perhatian orang tua, atau
cenderung sangat pasif ketika menanggapi ketidak patuhan. Orang tua permisif
tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya,
karena yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan
alamiahnya. Akibatnya, anak menjadi cemas, takut, dan agresif serta terkadang
menjadi pemarah karna menganggap orang tua kurang memberi perhatian. Bagi
beberapa orang dilingkungannya, anak yang terlalu dibebaskan itu dianggap anak
yang manja.
c. Sistem otoritatif. Berpikir orang tua yang memberi bimbingan tetapi tidak
mengatur. Pola asuh otoritatif menghargai anak-anaknya tetapi menuntut mereka
memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga, teman sebaya dan
masyarakat. Atau disebut pola asuh demokratif. Dengan adanya pola asuh
otoritatif anak lebih percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan
disukai banyak orang, yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional berderajat
tinggi.
Nurhiayah dkk ( dalam Sshochib, 1995 :90) juga
menjelaskan bahwa dalam pola asuh dan Berpikir orang tua yang demokratis
menjadikan adanya komunikasi yang dealogis antara anak dan orang tua.
Lain halnya dengan Baumrind ( dalam Mussen
1994 : 399) juga membagi pola asuh orang tua menjadi tiga bagian yaitu :
otoriter, permisif dan demokratis.
a. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini menggunakan pendekatan yang
memaksakan kehendak, sesuatu peraturan yang dicanangkan orang tua dan harus
dituruti oleh anak. Pendekatan ini biasanya kurang reponsif pada hak dan
keinginan anak. Agar lebih dianggap sebagai obyek yang harus patuh dan
menjalankan aturan ketidak berhasilan kemampuan dianggap kegagalan.
Ciri-cirinya adalah orang tua membatasi anak, berorientasi pada hukuman,
mendesak anak untuk mengikuti aturan-aturan tertentu, serta orang tu angat
jarang dalam memberikan pujian pada anak. Dalam hal ini anak akan timbul banyak
kekhawatiran apabila tidak sesuai dengan orang tuanya dalam melakukan sesuatu
melakukan kegiatan, sehingga anak tidak dapat mengembangkan Berpikir kreatifnya
serta hubungan orang tua yang digunakan memungkinkan anak untuk menjaga jarak
dengan orang tuanya.
b. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini sangat bertolak belakang dengan
pola asuh diatas yang menggunakan pendekatan dengan kekuasaan orang tua.
Permisif dapat diartikan orang tua yang serba membolehkan atau suka
mengijinkan. Pola pengasuhan ini menggunakan pendekatan yang sangat reponsif
(bersedia mendengarkan) tetapi cenderung terlalu longgar. Ciri-ciriinya adalah
orang tua lemah dalam mendisplikan anak dan tidak memberikan hukuman serta
tidak memberikan perhatian dalam melatih kemandirian dan kepercayaan diri. Kadang-kadang
anak merasa cemas karena melakukan sesuatu yang salah atau benar. Tatapi karena
orang tua membiarkan mereka melakukan apa saja yang mereka rasa benar dan
menyengankan hati mereka, sedangkan orang tua cenderung membiarkan prilaku
anak, tetapi tidak menghukum perbuatan anak, walaupun prilaku dan perbuatan
anak tersebut buruk.
c. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh ini menggunakan pendekatan rasional
dan demokratis orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya
dengan pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan yang realistis. Orang tua
semata-mata tidak menuruti keinginan anak, tetapi sekaligus mengajarkan pada
anak mengenai kebutuhan yang penting bagi kehidupannya. Ciri-cirinya adalah
mendorong anak untuk dapat berdiri sendiri, memberi pujian pada anak, serta berBerpikir
hangat dan mengasihi. Dalam pengasuhan ini anak akan merasa dihargai karna
setiap perlakuan dan permasalahan dapat dibicarakan dengan orang tua yang
senantiasa membuka diri untuk mendengarkannya.
Lain halnya Hurlock (1996) juga mengatakan
bahwa prilaku orang tua terhadap anak sesuai dengan tipe pola asuh yang
dianutnya diantaranya adalah:
1. Pola Asuh Otoriter
Prilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah :
a. Orang tua menentukan segala peraturan yang berlaku dalam keluarganya.
b. Anak harus menuruti atau mematuhi peraturan-peraturan yang ditentukan orang
tua tanpa kecuali.
c. Anak tidak diberitahu alasan mengapa peraturan tersebut ditentukan.
d. Anak tidak diberi kesempatan untukmengungkapkan pendapatnya mengenai
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan orang tua.
e. Kemauan orang tua dianggap sebagai tugas atau kewajiban bagi anak.
f. Bila tidak mengikuti peraturan yang berlaku, maka hukuman yang diberikan
berupa hukuman fisik.
2. Pola Asuh Permisif
Prilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah :
a. Tidak pernah ada peraturan dari keluarga.
b. Anak tidak pernah dihukum.
c. Tidak ada ganjaran dan pujian karena prilaku dari sianak.
d. Anak bebas menentukan kemauannya atau keinginannya.
3. Pola Asuh Demokratis
Prilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah :
a. Orang tua sebagai penentu peraturan.
b. Anak berkesempatan untuk menanyakan alasan mengapa peraturan itu di buat.
c. Anak boleh ikut andil dalam mengajukan keberatan atas peraturan yang ada.
Dari berbagai keterangan diatas berbagai jenis pola asuh orang tua sangat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, perkembangan mental dan pendidikan
sang anak, terhadap pola fikir dan Berpikir kritis anak dalam belajar. Salah
satunya adalah pola asuh Demokratis yang sangat baik ditanamkan orang tua pada
anaknya. Berpikir kritis anak juga dapat ditunjukan dalam proses pembelajaran dikelas pola asuh orang tua mempengaruhe
perkembangan mental anak dalam berkehidupan social khususnya dalam proses
pembelajaran disekolahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar