STRATEGI PENDEKATAN PROSES KELOMPOK (Group Process Approach)





1.   Pengertian pendekatan proses kelompok (group process approach)
Menurut Djamarah & Aswan Zain (2002:7), proses kelompok adalah usaha mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kondisi kelas yang bergairah dalam belajar.
Menurut T. Raka Joni dalam Mulyadi (2009:55), yang menjadi dasar dari pendekatan proses kelompok ini adalah psikologi sosial dan dinamika kelompok yang mengemukakan dua asumsi sebagai berikut: (1) pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks sosial, dan (2) tugas guru yang terutama dalam manajemen kelas adalah pembinaan dan memelihara kelompok yang produktif dan efektif.
Asumsi pertama berarti guru harus mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal dikelas. Dengan kata lain, kegiatan kelas harus diarahkan pada kepentingan bersama. Sedangkan pada asumsi kedua berarti guru harus mampu membentuk dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan guru sebagai kelompok antara lain dapat diwujudkan berupa regu mengajar (team teaching) yang bertugas membantu kelompok belajar.
Hasibuan & Moedjiono (1995:177), mengungkapkan bahwa pendekatan kelompok agar memiliki suatu ikatan yang kuat memerlukan beberapa unsur yaitu tujuan kelompok, aturan, dan pemimpin. Adapun penjelasan dari ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1)        Tujuan kelompok
Pada tujuan kelompok ini tugas guru adalah mengarahkan para siswa ke tujuan kelas, khususnya tujuan pelajaran. Oleh karena itu, guru perlu merumuskan tujuan yang jelas dan mengkomunikasikan dengan para siswa.
2)        Aturan
Aturan yang mampu mengikat siswa menjadi kelompok adalah aturan yang dibuat oleh guru dan siswa, atau minimal disetujui oleh siswa.

3)        Pemimpin
Sebagai pemimpin, hal utama yang harus dilakukan adalah menjelaskan tujuan kelompok. Selain itu dalam rangka menciptakan dan memelihara suasana kerja kelompok yang sehat, diantaranya adalah mendorong dan memeratakan partisipasi, mengusahakan kompromi, mengurangi ketegangan, dan memperjelas partisipasi serta menerapkan sanksi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa di dalam pendekatan proses kelompok ini, pengalaman belajar siswa diperoleh dari kegiatan kelompok dimana dalam kelompok tersebut terdapat norma-norma yang harus ditaati oleh anggotanya, terdapat tujuan yang ingin dicapai, dan adanya hubungan timbal balik antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan, serta memelihara kelompok yang produktif.
Pandangan Richard A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck (dalam Mulyadi, 2009:56), yang mengemukakan bahwa ada enam unsur yang menyangkut manajemen kelas proses kelompok, yaitu:
a.         Harapan (expectation)
Harapan menyangkut bagaimana pengaruh tingkah laku anggota kelompok kelas terhadap hubungan tingkah laku siswa dan guru. Kelompok kelas yang efektif terjadi apabila harapan yang berkembang pada diri guru dan siswa adalah tepat, realistis, dan secara jelas di mengerti oleh guru dan siswa.
b.         Kepemimpinan (leadership)
Suatu kelompok dalam kelas tercipta jika terdapat kepemimpinan yang didistribusikan kepada seluruh anggota kelompok. Sehingga setiap anggota merasakan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kelompok dengan baik. Guru yang efektif adalah guru yang mampu mengembangkan mutu interaksi dan produktifitas para anggota kelompok dengan menciptakan iklim dimana siswa mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik yang berorientasi pada tujuan belajar.
c.         Kemenarikan (attraction)
Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban dalam hubungan kelompok. Tingkat kemenarikan ini tergantung pada hubungan interpersonal yang positif. Untuk itu usaha guru adalah meningkatkan sikap menerima dari para anggota terhadap situasi dan perubahan ataupun hadirnya orang lain akan membantu efektivitas manajemenkelas melalui pendekatan proses kelompok.
d.        Norma (norm)
Norma kelompok yang efektif adalah yang menjamin produktifitas kelompok dan sebaliknya. Tugas guru dalam membantu kelompok adalah mengembangkan, menerima dan mempertahankan norma-norma kelompok yang produktif. Diskusi kelompok salah satu penerapan metode untuk memberikan norma yang produktif.
e.         Komunikasi (communication)
Dengan komunikasi akan terjadi interaksi antar anggota kelompok yang memungkinkan terjadinya proses kelompok yang efektif. Tugas guruadalah menumbuhkan interaksi dan komunikasi ganda yakni membukakan saluran komunikasi yang memungkinkan semua siswasecara bebas mengemukakan pikiran dan perasaan serta mau menerima pikiran dan perasaan yang dikomunikasikan oleh guru atau kepada guru.
f.          Keeratan (cohesiveness)
Yang mendorong berkembangnya keeratan dalam kelompok adalah: (1) karena para anggota saling menyukai, (2) karena adanya minat yang besar terhadap tugas-tugas kelompok, dan (3) karena kelompok itu memberikan prestise tertentu kepada anggotanya. Keeratan kelompok dapat tumbuh apabila kebutuhan individu dapat terpenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok itu. Guru dapat mengelola kelas secara efektif apabila ia mampu menciptakan kelompok yang erat dan memiliki norma yang terarah pada tujuan.

Menurut Mulyadi (2009:64), terdapat beberapa pedoman yang dapat dilakukan seorang guru dalam membangun keeratan dan hubungan positif dengan siswa, yaitu:
a)      Berikan siswa ucapan salam yang ramah,
b)      Luangkan waktu singkat untuk bercakap tatap muka tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa,
c)      Tulisan catatan ringkas yang berisi dorongan bagi siswa,
d)     Sering-sering panggil nama siswa,
e)      Tunjukkan semangat kepada siswa,
f)       Bersikaplah terbuka kepada siswa,
g)      Jadilah pendengar aktif yang menyimak apa yang siswa katakan, meski yang dikatakan itu cuma soal sepele,
h)      Biarkan siswa tahu bahwa anda akan selalu membantu mereka, dan
i)        Ingat bahwa mengembangkan hubungan keeratan yang positif dan saling percaya itu membutuhkan waktu.

Louis V. Johnson dan Mary A. Bany (dalam Mulyadi, 2009:65), menggolongkan manajemen kelas melalui pendekatan proses kelompok menjadi dua jenis, yaitu:
a)    Pemudahan (facilitation)
Merupakan tingkah laku yang mengembangkan atau mempermudah perkembangan kondisi-kondisi positif di kelas, antara lain meliputi:
1)      mengusahakan terbinanya kesatuan dan kerjasama,
2)      mengembangkan aturan dan prosedur kerja,
3)      menerapkan cara-cara pemecahan masalah, dan
4)      menyesuaikan pola tingkah laku kelompok.
b)    Pertahanan (main essense)
Merupakan pola tingkah laku untuk memperbaiki dan mempertahankan kondisi yang efektif dalam kelas, antara lain:
1)   memelihara semangat kerja kelompok,
2)   mengatasi konflik di dalam kelompok, dan
3)   mengurangi masalah manajemen yang bersifat kelompok.

Dengan demikian dapat peneliti simpulkan bahwa implikasi darimanajemen kelas yang melalui pendekatan proses kelompok harus berfungsi dan terarah pada tujuan dengan memperhatikan:
1)      Guru mampu mengungkapkan harapan dalam hubungan interpersonal antar anggota/kelompok.
2)      Guru mampu mengembangkan mutu interaksi dan produktifitas antar anggota/kelompok.
3)      Guru memperlihatkan rasa kemenarikan dan empati dalam membantu siswa (saling menerima, memberi, dan menyediakan kesempatan).
4)      Guru membantu siswa mengatasi konflik antara peraturan kelompok dengan norma kelompok, juga dengan sikap-sikap individu.
5)      Guru mampu mewujudkan keterampilan berkomunikasi.
6)      Guru mampu meningkatkan keeratan hubungan antar anggota dalam kelompok terhadap kelompok bukan untuk individu yang lain.

2.         Model pembelajaran yang menunjang pendekatan proses kelompok
Dalam menerapkan pendekatan proses kelompok, guru harus mampu menciptakan kelompok belajar yang efektif dan produktif. Oleh karena itu, adanya model pembelajaran yang berorientasi pada kelompok akan menunjang penerapan pendekatan proses kelompok, contohnya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), dan Sharan (1990) (dalam Rachmadi, 2006:135) adalah sebagai berikut:
1)        Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan tipe jigsaw adalah:
a.       Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, digolongkan dari tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota kelompok asal disesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setiap siswa dalam kelompok diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi tersebut. Siswa dengan materi yang sama membentuk kelompok yang disebut kelompok ahli, dan bekerja sama dengan kelompok tersebut untuk mendiskusikan materi yang sama tadi, serta menyusun cara untuk menyampaikan kembali kepada anggotanya di kelompok asal.
b.      Setelah berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, kemudian masing-masing kelompok melakukan presentasi yang dilakukan secara acak (pengundian) dari salah satu anggota kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya.
c.       Guru memberikan kuis pada siswa secara individual.
d.      Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai kuis individual.
e.       Materi sebaiknya dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
f.       Perlu diperhatikan bahwa menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru, maka perlu disiapkan suatu tuntutan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2)        Pembelajaran kooperatif tipe NHT (number head together)
Pada umumnya tipe NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi yang akan dicapai.
b.      Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar (awal).
c.       Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor.
d.      Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e.       Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban siswa tersebut merupakan wakil jawaban kelompok.
f.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g.      Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h.      Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor berdasarkan perolehan skor kuis individual.

3)        Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement divisions)
Langkah-langkah penerapan STAD adalah sebagai berikut:
a.       Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c.       Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
d.      Bahan materi yang telah disiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.
e.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi yang dipelajari.
f.       Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g.      Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
4)        Pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assited individualization atauteam accelarated instruction)
Tipe TAI ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b.      Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar.
c.       Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan berbeda-beda berdasarkan tingkat kemampuan mereka.
d.      Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota saling memeriksa jawaban teman kelompoknya.
e.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f.       Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g.      Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Merubah File PDF ke Word

5 Cara Praktis  Merubah File PDF ke Microsoft Word 1. Merubah PDF ke Word dengan Google Docs Google menyediakan layanan gratis seperti Docs ...