Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching and Learning (CTL)



Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching and Learning (CTL) 

         
Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)


Definisi Pembelajaran Kontekstual (CTL) Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan definisi beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan, independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas, lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.ImamFarisi,2005)
      Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual berasal dari bahasa Inggris “contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan konteks. Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung. Pembelajaran dapat mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang dipelajari, pengalaman yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.



Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi yang diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada KTSP. Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual. 



      Definisi Pembelajaran Kontekstual atau CTL menurut para ahli. Ada tiga ahli pendidikan yang kami ambil untuk mendefinisikan pembelajaran kontekstual ini (CTL). Definisi tersebut antara lain.
Elaine B. Johnson Contextual Teaching and Learning (CTL) atau disebut secara lengkap dengan Sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Dengan pengertian tentang pembelajaran kontekstual diatas, diperlukan usaha dan strategi pengajaran yang tepat, sehingga dapat dicapai tujuan untuk mengantarkan guru dan murid dalam sebuah pendidikan yang kontekstual. Untuk mencapai tujuan ini, sistem pembelajaran kontekstual mempunyai delapan komponen utama. Komponen pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
2. melakukan pekerjaan yang berarti,
3. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri,
4. melakukan kerja sama,
5. berpikir kritis dan kreatif,
6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme),
7. mencapai standar yang tinggi,
8. dan menggunakan penilaian autentik.
    Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.



Diknas
Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.


    Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.



Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson ada delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual



1. Melakukan hubungan bermakna (making meaningful connection).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).



2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work).
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuan, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasil yang sifatnya nyata.



3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.



4. Bekerja sama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling bekomunikasi.



5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif yaitu dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunkan logika dan bukti-bukti.



6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memelihara pribadinya yaitu mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa menghormati temannya dan orang dewasa. Namun siswa tidak akan berhasil tanpa dukungan orang dewasa.



7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard)
Siswa mengenal dan mencapai setandar yang tinggi yaitu mengidentifikasi tujuan dan memotifasi siswa untuk mencapainya.



8. Menggunakan penilaian yang autentik (using authentic assesment)
Proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian authentic diarahkan pada proses mengamati, menganalisa, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan hanya pada hasil pembelajaran. Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.


      Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
     Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa.
Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.



Beberapa ciri pembelajaran kontekstual antara lain:
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran,
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi,
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan,
4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri,
5. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman,
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri,
7. Siswa mengunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.


    Berkaitan dengan peran guru, agar proses pengajaran kontekstual dapat lebih efektif kaitannya dengan pembelajaran siswa, guru diharuskan merencanakan, mengimplementasikan, merefleksikan dan menyempurnakan pembelajaran. Untuk keperluan itu, guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memilih dan mengkaitkannya dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual.
4. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka.
5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengkaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap konsep/ teori yang sedang dipelajarinya
6. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya.




Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.



Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning



Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.


2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.



Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.



2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

 Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas dikatakan menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut.
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Untuk lebih jelasnya uraian setiap komponen utama CTL dan penerapannya dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:

a. Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
7) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).

b. Bertanya (Questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.
1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.
4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
5) Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa.

c. Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
8) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
9) Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
10) Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain).

d. Masyarakat belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen learning community.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut.
1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
5) Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

e. Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.

f. Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.
1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.

g. Penilaian autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa.
2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
3) Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
4) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Merubah File PDF ke Word

5 Cara Praktis  Merubah File PDF ke Microsoft Word 1. Merubah PDF ke Word dengan Google Docs Google menyediakan layanan gratis seperti Docs ...