By:TARJO, S.Pd.I
A. Asumsi Dasar
Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta
didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam
pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi
belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian
tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang
dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya
prestasi belajar peserta didik.
Pembelajaran tuntas (mastery learning)
dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan
dalam pembelajaran yang mempersyaratkan
peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan
bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan
untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang
diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat
penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau
dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat
penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Block (1971) menyatakan
tingkat penguasaan kompetensi peserta didik sebagai berikut :
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan
kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu
yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi
dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi
tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude)
peserta didik tersebar secara normal. Jika kepada mereka diberikan pembelajaran
yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka
hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah
tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai dampak
pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat
Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara
normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap
peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas
pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang dapat mencapai
penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan
keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tuntas,
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa
harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk
mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan
kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi
peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi
dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran
tuntas adalah:
1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan
urutan yang hirarkis,
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap
kompetensi harus diberikan feedback,
3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai
ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)
B. Perbedaan
antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang
menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian
kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam
belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti
meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal),
tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik
sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan
berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar
pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya
pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.
Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap
perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang
berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu,
pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi
pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya
adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas,
dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units).
Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar
berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut
kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit
satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran
berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai
sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran
konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks
klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga
pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar
tuntas).
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan
bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional
adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan
belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya
ketuntasan peserta didik secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke
dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel
berikut,
Tabel
1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran
Konvensional
Langkah
|
Aspek Pembeda
|
Pembelajaran Tuntas
|
Pembelajaran Konvensional
|
A. Persiapan
|
1. Tingkat
ketuntasan
|
Diukur dari performance peserta didik dalam setiap unit (satuan
kompetensi atau kemampuan dasar). Setiap peserta didik harus mencapai nilai
75
|
Diukur dari performance peserta didik yang
dilakukan secara acak
|
2. Satuan Acara Pembelajaran
|
Dibuat untuk satu minggu
pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta
didik
|
Dibuat untuk satu minggu
pembelajar-an, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru
|
|
3. Pandangan terhadap
kemampuan peserta didik saat memasuki satuan
pembelajaran tertentu
|
Kemampuan hampir sama,
namun tetap ada variasi
|
Kemampuan peserta didik
dianggap sama
|
|
B. Pelaksanaan
pembelajaran
|
4. Bentuk
pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar
|
Dilaksanakan
melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual
|
Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal
|
5. Cara pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi
dasar
|
Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture),
membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara
individual
|
Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya
jawab, dan membaca (tidak terkontrol)
|
|
6. Orientasi
pembelajaran
|
Pada terminal performance peserta didik (kompetensi
atau kemampuan dasar) secara individual
|
Pada
bahan pembelajaran
|
|
7. Peranan
guru
|
Sebagai
pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara
individual
|
Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik dalam kelas
|
|
8. Fokus
kegiatan pembelajaran
|
Ditujukan
kepada masing-masing peserta didik secara individual
|
Ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah
|
|
9. Penentuan
keputusan mengenai satuan pembelajaran
|
Ditentukan oleh peserta didik dengan bantuan guru
|
Ditentukan
sepenuhnya oleh guru
|
|
C. Umpan Balik
|
10. Instrumen umpan balik
|
Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara
berkelanjutan
|
Lebih mengandalkan pada
penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu
|
11. Cara
membantu peserta didik
|
Menggunakan
sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities)
dan tutor yang dilakukan secara individual
|
Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara
klasikal
|
C. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas
1. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut
pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada
sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan
layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga
pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik
secara optimal.
Adapun langkah-langkahnya adalah
:
a.
mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),
b.
membuat tes untuk mengukur
perkembangan dan pencapaian kompetensi,
c.
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.
Metode
pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah
pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer
instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode
(multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.
Pembelajaran tuntas sangat
mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil,
tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan
dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
2. Peran Guru
Strategi
pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual.
Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih
menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek
belajar.
Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:
a.
Menjabarkan/memecah KD
(Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan
memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
b.
Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
c.
Menyajikan materi pembelajaran
dalam bentuk yang bervariasi
d.
Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
e.
Menilai perkembangan peserta didik dalam
pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
f.
Menggunakan teknik diagnostik
g.
Menyediakan sejumlah
alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan
3. Peran Peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki
pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran
peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru
dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan
dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik
lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya,
peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan
kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu
pada usaha serta ketekunannya secara individual.
4. Evaluasi
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP
ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada
setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm
referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh
guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau
sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan
dalam belajar.
Asumsi
dasarnya adalah:
a.
bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya
waktu yang diperlukan berbeda,
b.
standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan
hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile &
Lalley: 2003)
Sistem
evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
a.
Ulangan dilaksanakan untuk
melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
b.
Ulangan dapat dilaksanakan
terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
c.
Hasil ulangan dianalisis dan
ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
d.
Ulangan mencakup aspek
kognitif dan psikomotor
e.
Aspek afektif diukur melalui
kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.
Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk
instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator
sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes
diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai
sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan
segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun
umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling
realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran,
sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk
setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar