AKHLAK BEKERJA
TARJO, S.Pd.I
1.a. Ikhtiar
a. Merencanakan pekerjaan
sematang-matangnya oleh ahlinya (dengan ilmu)
“…
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.” (QS. An Nahl 16:43)
“Ketika
kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari
(kiamat) itu.” (HR. Bukhari)
Jika suatu persoalan diserahkan kepada orang
yang tidak memiliki ilmunya maka mudharat yang dihasilkan akan lebih banyak
daripada manfaat yang dihasilkannya.
b.
Musyawarah
Fadhail
syuraa :
§
banyak gagasan
§
tekanan per individu berkurang karena
beban kerja akan ditanggung bersama
§
bisa mengerjakan tugas interdisipliner
(berbagai disiplin tugas)
§
mempunyai potensi menyelesaikan tugas yang
lebih sulit, lebih banyak dengan lebih baik dibandingkan seorang individu
‘Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkan-lah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 3:159)
Ayat diatas memberikan petunjuk
bahwa andaikata suatu persoalan telah diputuskan dalam musyawarah maka kita
diminta konsisten melaksanakannya dan menyerahkan hal-hal yang diluar kekuasaan
kita kepada Allah. Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dalam
perang Uhud sewaktu telah diputuskan dalam musyawarah untuk menghadapi musuh di
luar kota Madinah; maka Nabi marah tatkala masih
ada pemuda yang bimbang untuk berperang di luar kota.
“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah
kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih
kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka
bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan-perbuatan keji dan apabia mereka marah mereka memberi maaf. Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari Rezki yang Kami Berikan kepada mereka. (QS.
Asy Syu’ara 42:36-38)
c.
Do’a
“Sedekat-dekat
hamba kepada Tuhan, ketika ia bersujud kepada Tuhan, maka banyak-banyaklah
berdo’a di dalam sujud itu.” (HR. Muslim)
d.
Pelaksanaan dengan sebaik-baiknya (Jiddiyyah)
Jiddiyah (kesungguhan)
adalah lawan dari main-main, menyepele-kan, lemah dan santai.
Beberapa
karakteristik kesungguhan :
·
Memanfaatkan waktu
·
Menjauhi senda gurau, jika sedikit, maka hal itu
tidak berbahaya untuk mencerahkan jiwa.
Wasiat Hasan Al
Banna, “Janganlah engkau bersenda-gurau, karena umat mujahid tidak mengenal
kecuali kesungguhani.”
·
Sigap dengan tugas, tanpa menunda pekerjaan
sekarang untuk esok. Tidak ada istilah santai dan berleha-leha, hingga
pekerjaan menumpuk
·
Mengatasi kesulitan dan rintangan, seorang yang
sungguh-sungguh tidak akan menyerah dengan kesulitan, dan tidak melemah di
hadapan rintangan. Tetapi ia mengatasinya, selalu mencari jalan keluar,
melipatgandakan kesungguhan dan terus menghadapinya sampai titik darah
penghabisan.
e.
Hasil akhir diserahkan pada Allah (Tawakal)
1.b. Do’a
Urgensi do’a
dalam bekerja :
Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang
dibukakan baginya pintu untuk berdo’a berarti telah dibukakan baginya
pintu-pintu rahmat. Tidak
ada satu permohonan yang dicintai lebih dari permohonan Afiat/keselamatan. Do’a
itu bermanfaat dari apa yang telah diturunkan atau yang belum diturunkan. Tidak
ada yang menolak al-Qadha (ketetapan) Allah selain do’a seseorang yang
dihaturkan kepada Allah. Karena itu, rajinlah berdo’a.” (HR. Tirmidzi)
1.c. Tawakkal
“Dan, tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai
pelindung.” (QS. An-Nisa’:81)
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika
kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah:23)
“Dan
barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
“Kemudian apabila kalian telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran:159)
“Jika Allah menolong kalian, maka tak ada orang yang
dapat mengalahkan kalian, dan jika Allah membiarkan kalian (tidak memberikan
pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari
Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin
bertawakal.” (QS. Ali Imran:160)
Allah
menjadikan tawakal sebagai salah satu sifat orang-orang Mukmin yang
fundamental.
“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami
melainkan apa yang teah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan
hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah
9:51)
“Dan,
hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang
yang beriman.” (QS. Al-Maidah 5:23)
Hakikat Tawakal
Bisyr Al-Hafy berkata,
“Andaikata seseorang benar-benar bertawakal kepada-Nya, tentu dia ridha
terhadap apa yang dilakukan Allah terhadap dirinya.”
Tawakal adalah berserah diri
kepada ketetapan dan takdir Allah dalam setiap keadaan. Jika dia bertawakal
dengan sebenar-benarnya tawakal, berarti ridha terhadap apa pun yang dilakukan
pelindungnya.
Abu Turab An Bakhsyaby berkata,
“Tawakal adalah jika diberi dia bersyukur dan jika ditahan dia bersabar.”
Tawakal tidak benar kecuali
disertai pelaksanaan sebab. Jika tidak, maka itu batil dan merupakan tawakal
yang rusak.
Orang yang bertawakal merasa
tenang karena ada janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan
pengetahuan tentang Allah dan orang yang pasrah ridha terhadap hikmah Allah.
”Dan,
tida ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi
rezkinya.” (QS. Hud:6)
“Dan,
berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri.
Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut:60)
Muslim yang bertawakal bukan
berarti mengabaikan upaya mencari rezki. Mereka tetap berusaha dan mengeluarkan
jerih payahnya. Tetapi mereka merasa tenang, karena yakin tak seorang pun yang
akan memakan bagian rezkinya yang telah ditentukan Allah baginya.
Diantara buah tawakal, bahwa
tatkala orang yang bertawakal kepada Allah menyodorkan sebagian sebab seperti
yang telah diperin-tahkan dan sesuai dengan kesanggupannya, maka apa yang ada
di luar kekuatannya akan disempurnakaan oleh kekuasaan Ilahy Yang Mahatinggi.
Tawakal tidak menafikan
pertimbangan sebab (Ikhtiar)
Ada
seorang laki-laki datang sambil membawa onta betina miliknya, seraya bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah saya harus membiarkan onta ini dan saya bertawakal,
ataukah saya harus mengikatnya dan bertawakal?” Beiau menjawab, “Berilah tali
kekang dan bertawakallah.”
Rasulullah
bersabda “Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya
tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rezki sebagaimana Dia memberikan rezki
kepada burung, yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam
keadaan kenyang.”
Sabda beliau ini mengisyaratkan
adanya sebab. Allah tidak memberi jaminan kekenyangan kepada burung yang pergi
kecuali kepergiannya itu untuk aktif bergerak dan menyebar untuk mencari makan.
Buah tawakal
kepada Allah
a.
Ketenangan dan Ketentraman
Karena meyakini
adanya pertolongan dari Allah untuk menyem-purnakan apa yang ada diluar
kekuatannya.
b.
Kekuatan
Yaitu kekuatan spiritual dan
jiwa yang melebihi kekuatan material, kekuatan senjata maupun kekuatan uang.
Kekuatan ini yang menjadi berkah bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai
persoalan / masalah / ancaman yang dihadapinya.
“Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’. Tatkala Jalut dan tentaranya telah
tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran
atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir’. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan
izin Allah.” (QS. Al-Baqarah 2:249-251)
c.
Keperkasaan
Orang yang
bertawakal adalah orang yang perkasa sekalipun tanpa dukungan. Hati mereka
bergantung kepada Allah, tidak membutuh-kan kecuali rahmat-Nya dan tidak takut
kecuali adzab-Nya.
d.
Ridha
Sebagian ulama
berkata, “Selagi aku ridha kepada Allah sebagai pelindung, maka kudapatkan
jalan untuk setiap kebaikan.
e.
Harapan
Orang yang
bertawakal kepada Allah tidak mengenal rasa putus asa di dalam hatinya. Sebab
Al-Qur’an sudah mengajarinya bahwa keputusasaan merupakan benih kesesatan dan
kufur.
“Ibraham berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Allah kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr :56)
Seorang muslim
senantiasa memiliki harapan untuk memperoleh keberuntungan yang diminta,
keselamatan dari sesuatu yang tidak disukai, kemenangan kebenaran atas
kebatilan, petunjuk atas kesesatan, keadilan atas kezhaliman dan kesulitan yang
lenyap.
Wahai orang yang
dizhalimi dan kalah, wahai orang yang dianiaya dan kesulitan, wahai orang yang
terluka dan ditimpa bencana, janganlah engkau putus asa, sekalipun banyak
rintangan yang menghadang di depanmu. Sesungguhnya Dzat yang mengetahui hal-hal
yang gaib, yang mengampuni dosa dan membalik hati, akan menyingkirkan kesusahan
darimu, mewujudkan apa yang engkau minta, sebagaimana penyakit yang akhirnya
dijauhkan dari dir Ayyub dan kembalinya Yusuf kepada Ya’qub.
Pendorong-pendorong
Tawakal
1. Mengetahui Allah dengan Asma’ul
Husna-Nya
Barangsiapa mengetahui Allah
sebagai Rabb yang pengasih dan penyayang, yang perkasa, bijaksana,
mendengar, mengetahui, hidup, berdiri sendiri, kaya, terpuji, melihat,
berkuasa, pemberi rezki, kuat, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari
pengeta-huan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang membuat-Nya lemah, bias berbuat
apa pun yang Dia inginkan dan kehendaki di masa lalu atau pun yang akan datang,
maka dia tentu merasa terdorong untuk bersandar dan bertawakal kepada-Nya.
Siapapun yang lebih mengetahui
Allah dan sifat-sifat-Nya, maka tawakalnya lebih benar dan lebih kuat.
2.
Percaya kepada Allah
Percaya kepada Allah merupakan
buah pengetahuan. Jika seseorang mengetahu Allah dengan sebenar-benarnya, tentu
dia akan percaya kepada-Nya secara utuh, jiwanya menjadi tenang dan hatinya
menjadi tentram.
Gambarannya adalah bercaya bahwa
Dia lebih menyayangi hamba-hamba-Nya, melebihi rasa kasih saying orang tua
kepada anaknya dan bahka Dia lebih santun terhadap mereka daripada kesantunan
mereka terhadap dirinya sendiri. Dia lebih mengetahui kemaslaha-tan mereka
daripada pengetahuan mereka sendiri.
Gambaran lain adalah percaya
kepada janji yang disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya, bahwa Dia adalah
pelindung orang-orang yang beriman, pendukung dan penyelamat mereka. Dia
senantiasa bersama mereka untuk memberi pertolongan dan Dia tidak akan
mengingkari janji.
Gambaran lain adalah percaya
kepada jaminan rezki yang diberikan kepada makhluk-Nya.
“Sesungguhnya
Allah, Dialah Maha Pemberi rezki, Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS.
Adz-Dzariyat:58)
3.
Mengetahui Diri Sendiri dan Kelemahannya
Orang yang jauh
dari tawakal adalah yang terperdaya oleh keadaan dirinya sendiri, yang
mengagumi ilmunya, yang bangga dengan kekuatannya, yang tertipu dengan kekayaan
yang dimilikinya, yang mengira bahwa dia tidak lagi membutuhkan Allah.
“Ketahuilah,
sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena dia melihat
dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq’:6-7)
Tawakal bias digambarkan dari
orang yang merasa membutuhkan kepada pelindung dan tidak mungkin baginya untuk
tidak membutuhkannya sekalipun hanya sekejap mata.
4.
Mengetahui Keutamaan Tawakal
“Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
5.
Hidup bersama Orang-orang yang Bertawakal
1.d. Syukur
Muslim wajib mensyukuri
nikmat.
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara
Rezeki yang baik-baik yang Kami Berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,
jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah 2:172)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhan-mu Memaklumkan,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan Menambah (Nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (Nikmat-Ku), maka sesungguhnya Azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrohim 14:7)
“Dan sesungguhnya telah Kami Berikan Hikmat kepada
Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur
(kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.” (QS. Luqman 31:12)
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku Ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari
(Nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah 2:152)
“… dan Allah akan Memberi Balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Ali Imran 3:144)
Bekerja untuk bersyukur :
“Para jin itu membuat
untuk Sulaiman apa yang dikehendaki-nya dari gedung-gedung yang tinggi dan
patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang
tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur
(kepada Allah). Dan sedikit sekali dari Hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
(QS. Saba’ 34:13)
Peringatan akan kelalaian
kebanyakan manusia dari bersyukur :
“Dan sesungguhnya Tuhan-mu benar-benar Mempunyai Karunia
yang besar (yang Diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukuri(nya).” (QS. An Nahl 27:73)
“Kemudian Dia Menyempurnakan dan Meniupkan ke dalam
(tubuh)nya Roh (Ciptaan)-Nya dan Dia Menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah
32:9)
Berdo’a agar diberikan
ilham untuk senantiasa bersyukur :
“Dan dia berdoa, “Ya Tuhan-ku, berilah aku ilham untuk
tetap mensyukuri Nikmat-Mu yang telah Engkau Anugerah-kan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau Ridhai; dan masukkanlah
aku dengan Rahmat-Mu ke dalam golongan Hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An Naml
27:19)
Mensyukuri nikmat Allah
antara lain dengan cara :
1. Mengucapkan syukur (dengan hati
dan lisan)
2. Menjaga dan memelihara nikmat
yang diberikan
3.
Menggunakan sesuai keinginan dari pemberi nikmat
(dengan perbuatan)
Tawakal sebagai penopang
syukur :
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badr,
padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah
kepada Allah , supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran 3:123)
1.e. Sabar
Keharusan
sabar bagi Mukmin
Karena sabar adalah ciri dari
seorang Mukmin.
“Dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan,
mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang
yang bertaqwa.” (Al-Baqarah 2:177)
“Hai
orang-orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuat-kanlah kesabaranmu.” (QS.
Ali Imran 3:220)
Sabar di sini ialah ibadah dan pendekatan
diri kepada Allah SWT.
“Dan
untuk Robbmu hendaklah kamu bersabar.” (QS. Al-Muddatstsir:7)Cobaan bagi
ahli iman adalah suatu kepastian
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan : “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun” (Al Baqarah 2:155-156)
“Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh
akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari
orang-orang yang mempersekutuan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan
hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran 3:186)
“Dan
di antara manusia ada yang mengabdi Allah pada garis batas, hingga jika ia
memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh
suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akherat.
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al Hajj 22:11)
Keutamaan Sabar
“Tidaklah
seorang muslim menderita karena kesedihan, kedudukan, kesusahan, kepayahan,
penyakit dan gangguan duri yang menusuk tubuhnya kecuali dengan itu Allah
mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Bukhori)
“…
Siapa yang berlatih kesabaran, maka Allah akan menyabarkannya. Dan tiada orang
yang mendapat karunia (pemberian) Allah yang lebih baik atau lebih dari
kesabaran.” (HR. Bukhari, Muslim)
Bersabda
Rasulullah saw.: Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala
keadaannya untuk ia sangat baik dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi
seorang mukmin: Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik
baginya dan bila menderita kesusahan; sabar, maka kesabaran itu lebih baik
baginya.” (HR. Muslim)
Mensyukuri suatu nikmat berarti memupuk
nikmat dan menimbulkan pahala yang lebih besar dari kenikmatan dunia yang telah
diterima. Demikian pula jika menderita bala’ kesusahan, lalu sabar, maka pahala
kesabaran merubah suasana bala’ menjadi kenikmatan sebab pahala yang tersedia
baginya, jauh lebih besar daripada penderitaan-nya.
Bersabda
Rasulullah saw.: Siapa yang dikehendaki oleh Allah padanya suatu kebaikan
(keuntungan), maka diberinya penderitaan. (HR. Bukhari)
Aspek-aspek Sabar dalam
Al-Qur’an
·
Sabar terhadap petaka dunia
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Allah dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah
2:155-157)
“Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan Allah lebih
mencintai daripada mukmin yang lemah, dan dalam segala sesuatupun ada kebaikan.
Jagalah barang yang
berguna bagi dirimu dan mohonlah pertolongan Allah dan janganlah engkau merasa
lemah. Bila ada sesuatu yang menimpamu, maka janganlah engkau mengatakan,
“Jikalau sekirannya aku lakukan begini niscaya akan begini. Akan tetapi
katakanlah, “Allah telah mentakdirkan, dan apapun yang Dia kehendaki Dia
perbuat, karena sesungguhnya perkataan ‘kalau …’ itu membuka kesempatan bagi
syaitan untuk bekerja (memperdaya).” (HR. Muslim)
Dalam Al-Qur’an
dicontohkan sabar Nabi Ayyub dalam menang-gung penderitaan sakit an kehilangan
anggota keluarganya. Sabar Nabi Ya’qub berpisah dengan dua orang putranya (Yusuf
dan saudaranya) dan dusta serta tipu muslihat anak-anaknya kepadanya.
Sabar ditimpa
musibah, ialah teguh hati ketika mendapat cobaan, baik yang berbentuk
kemiskinan maupun berupa kematian, kecelakaan, nasib sial, dsb.
·
Sabar terhadap gejolak nafsu
Secara lebih
spesifik meliputi sabar menyangkut kesenangan hidup, sabar terhadap dorongan
nafsu seksual serta sabar untuk tidak marah dan dendam.
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai ujian.” (QS. Al Anbiyaa:35)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al Munaafiquun: 9)
Allah SWT baik dalam memberikan
kesenangan ataupun pembata-san rezeki merupakan ujian dan cobaan.
“Dan
jika kamu memberikan balasan , maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya
itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An Nahl: 126)
Sabar terhadap kehidupan dunia, ialah sabar terhadap tipu daya
dunia; jangan sampai terikat hati kepada kenikmatan hidup duniawi. Kehidupan
dunia hendaknya dipahami bukan sebagai tujuan hidup, namun hanya sebagai alat
untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang abadi.
·
Sabar dalam ketaatan kepada Allah
Yaitu sabar
dalam ketaatan kepada Allah SWT dengan melaksana-kan seluruh tugas dan
kewajiban dalam beribadah kepada-Nya
“Dan perintahkanlah kepada umatmu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu
(sebaliknya) Kamilah yang membe-ri rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Thaahaa:132)
Seorang yang taat dan patuh membutuhkan
sabar dalam tiga hal.
Pertama, sabar
sebelum ketaatan yaitu dengan ikhlasun niyyah dalam melawan bayang-bayang riya.
Kedua, sabar
pada saat bekerja (operasional) agar tidak melalaikan Allah dan tidak malas
untuk menepati pelaksanaan peraturan dan hukum Allah, dan memenuhi syarat-syarat
peraturan hingga tuntas seluruh pekerjaannya. Selalu sabar melawan kelemahan,
kekesalan dan kejenuhan.
Ketiga, setelah
selesai pekerjaan dibutuhkan kesabaran dengan tidak merasa bangga dan menepuk
dada karena riya dan mencari popularitas, sehingga mengakibatkan hilangnya
keikhlasan.
·
Sabar dalam kesulitan berdakwah di jalan Allah
Berdakwah di
jalan Allah diliputi kesal, sakit hati, korban perasaan dan beban berat yang
tidak dapat dipikul kecuali oleh orang-orang yang mendapat rahmat Allah SWT.
“Hai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman: 17)
Kesulitan
berdakwah dapat dialami dalam berbagai bentuk, misalnya berhadapan dengan
telinga dan hati yang terkunci, berhadapan dengan gangguan manusia atau
berhadapan dengan panjangnya jalan yang ditempuh.
Tentu saja
kemenangan tercapai setelah perjuangan yang gigih dan dahsyat melalui
penderitaan terus-menerus, ditimpa malapetaka, kesengsaraan dan digoncang
dengan bermacam-macam cobaan, sehingga mereka berseru, “Bilakah datang
kemenangan dari Allah. Dan Allah menjanjikan bahwa kemenangan sudah dekat.”
“Sehingga apabila para Rasul tidak mempunyai harapan lagi
(tentang keimanan kaum kafir) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan,
datanglah kepada para Rasul itu pertolongan Kami lalu diselamatkan orang-orang
yang Kami kehendaki dan tidak dapat ditolak siksa Kami terhadap orang-orang
yang berdosa.” (QS. Yusuf:110)
Sabar dalam
perjuangan, adalah sikap menyadari sepenuhnya bahwa setiap perjuangan
mengalami masa naik dan masa turun, masa menang dan masa kalah, masa sukses dan
masa gagal. Bila perjuangan
belum berhasil, sabarlah menerima kenyataan dengan mengevaluasi dan menyusun
kembali rencana selanjutnya. Sebaliknya jika perjuangan sukses, sabarlah
mengendalikan emosi kejiwaan dengan tawadhu’ dan syukur kepada Allah SWT.
·
Sabar di medan perang
·
Sabar dalam pergaulan antar manusia
Aspek ini
meliputi sopan santun pergaulan dalam masyarakat dan hubungan antar bangsa.
‘Dan
bergaulah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka (maka bersabar-lah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisaa
4:19)
Balasan atas Kesabaran :
·
Allah menyertai orang-orang sabar
“Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.”. (QS. Al-Baqarah 2:153)
·
Allah sayang kepada mereka yang sabar
“Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali
Imran 3:146)
·
Orang-orang Sabar memperoleh berkah yang
sempurna, rahmat dan petunjuk
“Dan
berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah 2:155)
“Mereka
itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Robbnya dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah
2:157)
·
Orang sabar memperoleh pahala lebih baik dari apa yang dikerjakan
“Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. An-Nahl 16:96)
·
Orang sabar pahalanya dicukupkan tanpa batas
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS.
Az-Zumar 39:10)
·
Orang sabar dijanjikan pertolongan Allah
“Ya, jika kamu bersabar dan bersiap-siaga dan mereka
datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu
dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda”. (QS, Ali Imran 3:125)
·
Orang sabar memperoleh derajat kepemimpinan dalam dien
“Dan
Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan selalu meyakini ayat-ayat Kami.” (QS.
As-Sajadah 32:24)
·
Orang sabar dipuji Allah sebagai manusia utama
“Jika
kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan
yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran 3:186)
·
Allah melindungi orang sabar dari tipu daya
musuh
“Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya
mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudhoratan kepada kamu. Sesungguhnya
Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran 3:120)
·
Orang sabar layak masuk surga
“Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat
yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan
penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya”. (QS. Al Furqaan 25:75)
·
Orang sabar dapat mengambil pelajaran dari sejarah
‘Kami
jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
setiap orang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’ 34:190
“Jika
Dia menghendaki akan menenangkan angin. Maka jadilah kapal-kapal itu terhenti
di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaanNya) bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur.”
(QS. Asy Syuura:33)
Pribadi-pribadi Sabar yang dikisahkan dalam
Al-Qur’an
·
Ayyub (ditimpa penyakit sekujur tubuhnya sehingga istrinya
meninggalkannya. Lalu sedemikian sopannya Ayyub berdo’a dia tidak memohon
dengan memaksa agar sembuh)
“Dan
ingatlah kisah Ayyub ketika ia menyeru Robbnya: “Ya Robbku, sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Robb Yang Maha Penyayang diantara
semua penyayang. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya. Dan Kami lipat
gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi segala mereka yang menyembah Allah. Dan (ingatlah kisah)
Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar”. (QS.
Al Anbiya 21:83-85)
·
Ya’qub (berpisah dengan anaknya tercinta Yusuf dan kemudian dengan
adik Yusuf “Bunyamin”.)
Sabar bukan menerima kenyataan
apa adanya, tetapi selalu mengharap dan menanti keputusan Allah, dengan penuh
keyakinan bahwa sesudah kesempitan pasti datang kemudahan.
·
Yusuf [Hidupnya merupakan mata rantai penderitaan. Lepas dari ujian
dan tipu muslihat perbuatan kakak-kakaknya, masuk kepada cobaan, ujian dan tipu
daya istri Al-Aziz. Selamat dari ujian itu lalu menghadapi ujian masuk penjara
beberapa tahun lamanya tanpa suatu kesalahan yang pernah dilakukannya. Bebas
dari penjara lalu memasuki ujian kesenangan dan kemewahan. Diuji dengan
kedudukan sebagai menteri negara dan penanggung jawab urusan pertanian, pangan
dan keuangan pada zaman krisis pangan yang melanda negeri Mesir dan
negeri-negeri sekitarnya. Dia dicoba dengan menanggung rindu dan jauh dari
keluarga karena terpisah dan lamanya waktu terputusnya kabar berita. Kunci
dan rahasia kesuksesan Yusuf adalah taqwa dan sabar.
·
Ismail
Inilah contoh kesabaran yang
tinggi terhadap ketaatan atas segala perintah Allah meskipun dibalik itu
menghadapi bahaya dan pengorbanan.
·
Ulul ‘Azmi Minarrasul
§ Nabi
Nuh a.s.
Nuh hidup
ditengah-tengah kaumnya sembilan ratus lima puluh tahun lamanya. Dia
menyampaikan seruannya dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, siang dan
malam, memberi kabar gembira dan ancaman, tetapi kaumnya makin keras
tantangannya dengan menutup mata dan telinga, mengunci hati, melontarkan
ejekan, caci makian dan hinaan. Semua menolak dan menentang seruan Nabi Nuh. Tidak mengherankan jika
Nuh berputus asa lalu berdo’a:
“Ya
Robbku janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di muka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal niscaya
mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu dan mereka tidak akan melahirkan selain
anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh 26-27)
§ Nabi
Ibrahim a.s.
Nabi Ibrahim
a.s. sabar melakukan dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya. Ibrahim tetap
tenang dan tidak gelisah tatkala dilempat ke tengah api membara yang sedang
berkobar dengan dahsyatnya. Allah SWT sendirilah yang memelihara Ibrahim dengan
mencabut sifat panas dari api.
§ Nabi
Musa a.s.
Musa telah bersabar dengan
kesabaran yang belum pernah dialami nabi-nabi yang lain, yaitu sabar atas
gangguan dan pembangkangan pengikutnya sendiri Bani Israil.
Setelah Bani Israil selamat
menyeberangi laut yang telah menenggelamkan musuh, pengikut nabi Musa bertemu
dengan suatu aum yang sedang khusyu’ memuja berhala-berhala mereka lalu
berkata:
“Hai
Musa buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai
beberapa tuhan (berhala) yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS.
Al-A’raaf: 138)
Ketika Musa pergi ke buhit Thur untuk
bermunajat kepada llah, “Samiri” membuat sapi kecil dari emas yang dijadikan
tuhan dan disembah, kaum Musa ikut melakukannya.
“Dan
ingatlah ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat sesudah) empat
puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya, lalu
kamu adalah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah 2:51)
Ketika Musa berkata kepada mereka :
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka menjawab dengan
kasar dan kurang ajar: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa
menjawab: “Aku berlindung kepada Allah dari pada menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil”. (QS. Al-Baqarah 2:67)
Ketika Bani Israil diperintah wajib memasuki
tanah suci dan diminta tidak gentar dan melarikan diri karena mereka pasti
merugi, mereka menolak dengan berkata :
“Pergilah
kamu bersama Robbmu dan berperanglah kamu berdua, dan kami hanya duduk dan menanti
di sini saja.” (QS. Al-Maidah 5:24)
Musa hanya mampu mengeluh kepada Allah dengan
nada sedih dan putus asa :
“Ya
Robbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (QS. Al-Maidah
5:25)
Diantara kerewelan Bani Israil ialah ketika
mereka dimuliakan Allah dengan dinaungi awan dalam cuaca panas terik udara
sahara lalu kepada mereka diturunkan makanan manis sejenis madu dan burung
sejenis puyuh, makanan yang baik dan lezat, mudah diperoleh di padang pasir
yang luas, mereka bukannya bersyukur tetapi membalas dengan sikap dan ucapan
yang angkuh dan tidak senonoh.
“Hai
Musa kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Robbmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa
yang ditumbuhkan bumi yaitu sayur mayur, ketimunnya, bawang putihnya, kacang
adasnya dan bawang merahnya. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil sesuatu yang
rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (QS. Al-Baqarah 2:61)
§ Nabi Isa Almasih a.s.
Apa yang dialami Isa a.s. mirip
dengan yang dialami Musa a.s. Rahib-rahib Yahudi menolak dan menentangnya,
karena mereka hanya terpaku dalam upacara ritual dan sacral saja tanpa
keinginan meningkatan mental dan moralnya. Mereka serta merta menolak dakwah
Isa a.s. bahkan menuduh Isa dan ibunya dengan tuduhan keji dan palsu. Mereka
tidak henti-hentinya bersekongkol, berusaha untuk mencelakakan Isa,
memfitnahnya dengan mengadukannya kepada penguasa Romawi. Akibat laporan palsu dan
tuduhan fitnah, maka penguasa Romawi memutuskan hukuman mati dengan eksekusi
salib bagi Isa a.s. Allah SWT menggagalkan tipu daya mereka. Isa
diselamatkan Allah dari pembunuhan.
§ Rasulullah
saw.
Apa yang Menunjang Kesabaran menurut
Al-Qur’an
·
Memahami arti kehidupan dunia dengan sebenarnya
Bahwa kehidupan dunia bukanlah
surga kebahagiaan atau tempat tinggal abadi, tetapi medan pelaksanaan tugas dan
menempuh ujian dan cobaan. Manusia diciptakan untuk diuji agar lulus memasuki
kehidupan abadi di akhirat. Apabila seseorang benar-benar menyadari akan
hal tersebut dia tidak akan terkejut bila tertimpa musibah.
·
Manusia menyadari akan dirinya sendiri
Hendaknya manusia menyadari
bahwa dia adalah milik Allah pada permulaan dan akhirnya. Dilimpahkan baginya
karunia nikmat lahir dan batin, kesehatan dan kekuatan tubuh, harta dan benda
dan anak keturunan. Dan jika ditarik kembali sebagian yang dimiliki manusia
maka sudah seharusnya dia tidak marah kepada pemberinya dan pemiliknya.
“Dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
(QS. An-Nahl:53)
·
Keyakinan pahala yang baik disisi Allah
Tidak ada dalam Al-Qur’an janji
pahala dan ganjaran yang lebih besar dari sabar.
“Apa
yang disisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 96)
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS.
Az-Zumar:10)
·
Keyakinan akan terbebas dari musibah
Keyakinan terbebas dari himpitan
musibah. Keyakinan datangnya kesenangan sesudah kesusahan dan kemudahan sesudah
kesulitan. Keyakinn datangnya kemenangan dari Allah bagi orang-orang beriman
sebagai ganti ujian dan cobaan yang dialaminya. Keyakinan seperti itu akan
menghilangkan kegelisahan batin, menghapus rasa putus asa, menerangi jiwa
dengan sinar harapan kemenangan dan percaya akan hari esok yang lebih cerah.
Janji kemudahan sesudah
kesulitan :
“Allah
kelak akan memberi kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath Thalaaq: 7)
“Karena
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama
kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 5-6)
Janji kesudahan yang baik bagi orang-orang
yang sabar dan bertaqwa :
“Mohonlah
pertolongan kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan
Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya
dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-A’raaf:
128)
Janji Allah mengganti semua yang telah
berlalu sebab Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang beramal
sholeh dan berbuat ihsan :
“Dan
orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami
akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya
pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui (yaitu)
orang-orang yang sabar dan hanya kepada Allah saja mereka bertawakkal”. (QS.
An-Nahl: 41-42)
“Maka
bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar dan mohonlah
ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabb-mu pada waktu petang
dan pagi.” (QS. Al-Mu’min:55)
·
Mohon pertolongan Allah
Dengan mohon
pertolongan Allah SWT, berlindung kepada-Nya, berkeyakinan Allah SWT beserta
dia, berkeyakinan bahwa dia dalam perlindungan, pembelaan dan pemeliharaan
Allah SWT maka dia tidak akan teraniaya.
“Dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Anfaal: 46)
“Dan
bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu maka sesungguhnya kamu berada
dalam penglihatan Kami” (QS. Ath-Thuur: 48)
·
Meneladani orang-orang yang sabar dan memiliki kebulatan tekad
“Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka bersabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang
dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah
datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu. (QS. Al-An’aam:34)
“Dan
semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang
dengannya Kamit teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS.
Huud:120)
·
Beriman kepada taqdir dan sunnatullah
Apa yang menimpa
diri seorang bukanlah suatu kesalahan atau kekeliruan atau terjadi secara
kebetulan. Dan smeua yang sudah ditentukan taqdirNya tidak mungkin salah atau
meleset. Berserah dan
pasrah kepada taqdir Allah dalam situasi dan kondisi seperti itu merupakan
suatu hal yang disyariatkan dan terpuji.
Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami Menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah Mudah bagi Allah. (Kami Jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap yang luput dari kamu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang Diberikan-Nya
kepadamu. Dan Allah tidak Menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri, (Al-Hadid 57:22-23)
·
Berhati-hati terhadap kendala-kendala Kesabaran
:
a.
Tergesa-gesa
Bila seorang merasa terlalu lama untuk memperoleh
apa yang diinginkannya maka hilanglah kesabaran dan terasa sempit dadanya.
b.
Marah-marah
Seorang mujahi dakwah dapat saja
marah bila mad’u berpaling daripadanya dan menjauhi dakwahnya. Dia kesal,
berbuat yang tidak sepantasnya, putus asa kemudian menjauhi mereka. Mujahid
dakwah seharusnya bersikap sabar terhadapa mad’u dan tidak bosan untuk
mengulang-ulangi kembali manuver dakwahnya, dengan harapan semoga hati mereka
terbuka.
“Maka bersabarlah kamu (hai
Muhammad) terhadap keteta-pan Rabbmu, dan janganlah kamu seperti orang yang
berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah
(terhadap kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari
Rabbnya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu
Rabbnya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang shaleh.” (QS.
Al-Qalam:48-50)
Yang dimaksud dalam ayat ini
ialah Nabi Yunus a.s.
Seorang datang kepada Nabi saw. dan berkata:
Nasihatilah saya! Bersabda Nabi saw.: Jangan marah, kemudian orang itu
mengulangi minta nasihat pula, jawab Nabi: Jangan marah. (HR. Bukhari)
c. Rasa sedih dan susah yang
mendalam
“Maka
(apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini
(Al-Qur’an)” (QS. Al Kahfi:6)
“Janganlah
dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. Faathir:8)
d.
Putus asa
Kalau hati seseorang dihinggapi
keputus-asaan, maka hilanglah kesabarannya untuk melanjutkan pekerjaannya.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula)
kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya)
jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) menderita luka, maka sesungguhnya kaum
(kafir) itupun (pada perang Badar) menderita luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS. Ali
Imran: 139-140)
Maraji’
Tarjamah Al-Qur’anul Karim
Muhammad Abdul Halim Mahmud, Karakteristik
& Perilaku Tarbiyah
Royyad
Al Haqil, Mensyukuri Nikmat Allah,, GIP
Dr. Yusuf Qordhowi, Tawakal
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Annawawy, Tarjamah
Riadhus Shalihin
Dr. Yusuf Qordhowi, Al-Qur’an Menyuruh
Kita Sabar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar