BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah
bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan.
Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) :
·
No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI);
·
No. 23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
·
No. 24 tahun 2006 dan No. 6
tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;
·
No. 12 tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
·
No. 13 tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
·
No. 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
·
No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi
Guru dalam Jabatan;
·
No. 19 tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan;
·
No. 20 tahun 2007 tentang
Standar Penilaian;
·
No. 24 tahun 2007 tentang
Standar Sarana Prasarana; dan
·
No. 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan
bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara
nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan
sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi
peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.
Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan
merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi
keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat
Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan
kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi,
dan evaluasi pelaksanaan kurikulum.
Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006
tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa
rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan
prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji
berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap
tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan
kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik,
masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan
pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang
semakin tinggi.
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus
merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator,
kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih
lanjut dari silabus dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar
merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari
langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan
pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok
ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat
memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan
di satuan pendidikan.
B. Tujuan
Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis
terhadap hasil belajar yang dicapai;
2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang
optimal sehingga meningkat secara bertahap;
3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara
teliti dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup
pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.
BAB II
PENGERTIAN DAN FUNGSI
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
A. Pengertian
Kriteria Ketuntasan Minimal
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum
berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria,
yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta
didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran
dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas
ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan
tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena
hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata
kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat
terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum
tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan
minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan
pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan
dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria
ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal
75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah
target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik,
peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan
pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan
mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal
harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam
menyikapi hasil belajar peserta didik.
B. Fungsi Kriteria
Ketuntasan Minimal
Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik
sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar
dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus
memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi
dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti
penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan
KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik
diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai
nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik
harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas
dan perlu perbaikan;
3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan
evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi
keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan
pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD
berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau
sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana
belajar di sekolah;
4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik
dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik,
pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan
upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian.
Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan
pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang
telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi
dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan
pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk
mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya
semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang
ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja
satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan
KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok
ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.
BAB III
MEKANISME PENETAPAN KKM
A. Prinsip
Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu
mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif
dapat dilakukan melalui professional judgement
oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman
pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria
yang ditentukan;
2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui
analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
kompleksitas, daya dukung, dan intake
peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan
rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta
didik dinyatakan telah mencapai
ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai
ketuntasan belajar minimal yang telah
ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK)
merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata
dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun
pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta
didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS)
maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun
tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan.
Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang
setara;
7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya
perbedaan nilai ketuntasan minimal.
B. Langkah-Langkah
Penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok
guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung,
dan intake peserta didik dengan skema
sebagai berikut:
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK
hingga KKM mata pelajaran;
2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran
disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru
dalam melakukan penilaian;
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
C. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan
kriteria ketuntasan minimal adalah:
1. Tingkat kompleksitas,
kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar,
dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat
kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh
sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut:
a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan
sesuai bidang yang diajarkan;
d. peserta didik dengan kemampuan penalaran
tinggi;
e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan
konsep;
f. peserta didik yang cermat, kreatif dan
inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan;
g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses
pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
Contoh 1.
SK 2. : Memahami
hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam perhitungan kimia (stoikiometri)
KD 2.2 : Membuktikan
dan mengkomunikasikan berlakunya
hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam
menyelesaikan perhitungan kimia
Indikator : Menentukan
pereaksi pembatas dalam suatu reaksi
Indikator ini memiliki kompleksitas
yang tinggi, karena untuk menentukan pereaksi pembatas diperlukan beberapa
tahap pemahaman/penalaran peserta
didik dalam perhitungan kimia.
Contoh 2.
SK 1. : Memahami
struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia
KD 1.1. : Memahami
struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat unsur, massa atom
relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta menyadari
keteraturannya, melalui pemahaman konfigurasi elektron
Indikator : Menentukan
konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau nomor atom unsur.
Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena
tidak memerlukan tahapan berpikir/penalaran
yang tinggi.
2. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran pada masing-masing sekolah.
a. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan,
laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;
b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian
stakeholders sekolah.
Contoh:
Contoh:
SK 3. : Memahami
kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri
KD 3.3 : Menjelaskan
keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah keseimbangan
dengan melakukan percobaan
Indikator : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi,
tekanan, dan volume pada pergeseran
keseimbangan melalui percobaan.
Daya dukung untuk Indikator
ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana
yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan pembelajaran
dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah
apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru
tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.
3. Tingkat
kemampuan (intake) rata-rata peserta
didik di sekolah yang bersangkutan
Penetapan intake
di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru,
Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes;
sedangkan penetapan intake di kelas
XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
Contoh penetapan KKM
Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu
dibuat skala penilaian yang disepakati
oleh guru mata pelajaran. Contoh:
Aspek yang dianalisis
|
Kriteria dan Skala Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
< 65
|
Sedang
65-79
|
Rendah
80-100
|
Daya Dukung
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
<65
|
Intake siswa
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
<65
|
Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria
yang ditetapkan.
Aspek yang dianalisis
|
Kriteria penskoran
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
1
|
Sedang
2
|
Rendah
3
|
Daya Dukung
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Intake siswa
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi,
daya dukung tinggi dan intake peserta
didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:
1 +
3 + 2
¾¾¾¾¾¾ x 100 =
66,7
9
Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya
adalah 67.
Contoh:
PENENTUAN KRITERIA
KETUNTASAN MINIMAL PER KD DAN INDIKATOR
Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/semester : X/2
Standar Kompetensi : Memahami
sifat-sifat larutan non-elektrolit dan
elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi
Kompetensi Dasar/Indikator
|
Kriteria Pencapaian Ketuntasan
Belajar Siswa (KD/Indikator)
|
Kriteria Ketuntasan Minimal
|
|||
Komplek
Sitas
|
Daya dukung
|
Intake
|
Penget
|
Praktik
|
|
3.1. Mengidentifikasi sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit
berdasarkan data hasil percobaan
a. Menyimpulkan gejala-gejala hantaran arus listrik dalam berbagai
larutan berdasarkan hasil pengamatan.
b. Mengelompokkan larutan kedalam larutan elektrolit dan non
elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.
c. Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan
arus listrik.
d. Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion
dan senyawa kovalen polar
|
Rendah
(80)
Sedang
(70)
Tinggi
(65)
Tinggi
(65)
|
Tinggi
(80)
Tinggi
(80)
Tinggi
(80)
Tinggi
(80)
|
Sedang
(70)
Sedang
(70)
Rendah
(65)
Rendah
(65)
|
72
76,6
73,3
70
70
|
72
|
Nilai KKM KD merupakan angka
bulat, maka nilai KKM 72,47 dibulatkan menjadi 72.
Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/semester : X/2
Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat
larutan non-elektrolit dan elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi
Kompetensi Dasar/Indikator
|
Kriteria Pencapaian
Ketuntasan Belajar Siswa (KD/Indikator)
|
Kriteria Ketuntasan Minimal
|
|||
Komplek
sitas
|
Daya dukung
|
Intake
|
PPK
|
Praktik
|
|
3.1. Mengidentifikasi sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit
berdasarkan data hasil percobaan
a. Menyimpulkan gejala-gejala hantaran arus listrik dalam berbagai
larutan berdasarkan hasil pengamatan.
b. Mengelompokkan larutan kedalam larutan elektrolit dan non
elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.
c. Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan
arus listrik.
d. Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion
dan senyawa kovalen polar
|
Rendah
(3)
Sedang
(2)
Tinggi
(1)
Tinggi
(1)
|
Tinggi
(3)
Tinggi
(3)
Tinggi
(3)
Tinggi
(3)
|
Sedang
(2)
Sedang
(2)
Rendah
(2)
Rendah
(2)
|
75
88,9
77,8
66,7
66,7
|
75
|
Catatan: hasil rata-rata dari
indikator merupakan nilai KKM untuk KD
BAB IV
ANALISIS KRITERIA
KETUNTASAN MINIMAL
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu
dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh.
Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam
pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan
sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis
pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata
hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah
ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data
antara lain:
1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari
jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49%
dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau XII.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan
kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal
dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta
didik per mata pelajaran.
Contoh
FORMAT
ANALISIS PENCAPAIAN
KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER KD
Nama Sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas/semester :
No
|
Nama Siswa
KKM
|
Pencapaian Ketuntasan
Belajar Peserta Didik/KD
|
|||||||||||
SK 1
|
SK 2
|
SK 3
|
|||||||||||
KD
|
KD
|
KD
|
|||||||||||
1.1
|
1.2
|
dst
|
2.1
|
2.2
|
dst
|
3.1
|
3.2
|
dst
|
|||||
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
…..
|
|||||
1
|
|||||||||||||
2
|
|||||||||||||
3
|
|||||||||||||
4
|
|||||||||||||
5
|
|||||||||||||
dst
|
|||||||||||||
Rata-rata
|
|||||||||||||
Ketuntasan
belajar (dalam %)
|
|||||||||||||
Frekwensi
jml
siswa
|
≤ 49
|
||||||||||||
50-74
|
|||||||||||||
75-100
|
|||||||||||||
≥ KKM sekolah
|
REKAPITULASI PENCAPAIAN
KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL SEKOLAH
Nama sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas :
Kondisi
bulan :
No SK
|
No KD
|
KKM
|
Tingkat KKM sekolah
|
Tingkat
KKM pencapaian
|
|||||
Sekolah
|
pencapaian
|
maks
|
rerata
|
min
|
maks
|
rerata
|
Min
|
||
SK1
|
KD.1.1
|
70.00
|
75.00
|
75
|
72,5
|
70
|
80
|
77,5
|
75
|
KD 1.2
|
75.00
|
80.00
|
|||||||
SK 2
|
KD 2.1
|
75.00
|
70.00
|
75
|
70
|
65
|
70
|
69
|
67
|
KD 2.2
|
70.00
|
70.00
|
|||||||
KD 2.3
|
65.00
|
67.00
|
|||||||
dst
|
DAFTAR PUSTAKA
Harrow, A. J. (1972). A
taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing behavioral
objective. New York:
David Mc Key Company.
Mardapi, Dj. dan Ghofur,
A, (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum Berbasis Kompetensi SMA.
Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Mehrens, W.A, and Lehmann,
I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. Fort Woth:
Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Fokus Media.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta,
2006.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan,
Jakarta, 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta:
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian
Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Popham,W.J., (1999). Classroon
Asessment: What teachers need to know. Mass: Allyn-Bacon.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar